REPOSISI STRATEGIS PESANTREN DALAM PEMBANGUNAN ABAD 21 (Pengalaman Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta)

19 12 2012

بسم الله الرحمن الرحيم

 

REPOSISI STRATEGIS PESANTREN DALAM PEMBANGUNAN ABAD 21

(Pengalaman Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta)

Sofwan Manaf[1]

PENDAHULUAN

 

Pesantren memiliki penting sebagai lembaga yang berfungsi menyebarkan agama Islam dan mengadakan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik, a stage of growth of advancement. Pesantren juga menjadi wahana yang melahirkan sumber daya manusia handal dengan sejumlah predikat yang menyertainya seperti, ikhlas, mandiri, sederhana, persaudaraan, penuh perjuangan dan heroik, tabah serta mendahulukan kepentingan masyarakat yang ada disekitarnya. Namun demikian, semua predikat baik ini, juga diuji oleh zaman yang sedang berkembang maju dengan segenap tantangannya; Pragmatisme, hedonisme, modernisasi, urbanisasi dan sebagainya.[2]

Pada abad 21 yang terkenal dengan era globalisasi dan reformasi saat ini, pesantren mau tidak mau harus turut mengambil bagian dalam berkompetisi dengan “para tetangganya” mencari pangsa pasar, dengan berani untuk lebih terbuka dan siap adu kualitas. Ia dituntut untuk ikut ambil bagian, memposisikan diri dan membuktikan sebagai lembaga yang mampu mengakomodasi tantangan era globalisasai. Namun demikian, pesantren tidak harus mengikuti perubahan dalam era globalisasi ini secara mutlak dengan merombak atau membuang jauh-jauh sistem yang selama ini menjadi ciri khasnya.

Kemodernan system pendidikan di Pondok Pesantren tidak terlepas dari latar belakang pendidikannya. pembenahan manajemen Pondok Pesantren sangat penting sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di Pesantren, karna hal ini tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia.[3]

Setidaknya pesantren memiliki dua peran strategis, yaitu: 1) sebagai center of excellent yang berfungsi mencetak ulama, dan 2) sebagai agent of development yang berperan dalam pengembangan masyarakat.

Untuk mampu menjalankan peran tersebut dan menghadapi tantangan pembangunan abad 21, perlu adanya standarisasi organisasi lembaga pondok pesantren berupa organisasi pembelajaran (learning organization) yang baik sehingga pesantren mampu mengikuti perkembangan zaman dengan tetap mempertahankan kualitas dan ciri khasnya.

ABAD 21: Peluang atau Hambatan Pesantren?

Proses menuju abad 21 telah berlangsung sejak tahun tujuh puluhan. Tidak ada yang bisa menghindar ataupun mengelak dari proses ini. Abad 21 ditandai dengan pergeseran nilai – nilai ekonomi dan politik, dari orientasi kwantitatif ke orientasi kualitatif. Selain itu juga terjadi perubahan teknologi dan inovasi. Abad ini dikenal dengan istilah “globalisasi”

Globalisasi sebagai ciri dari modernitas merupakan realitas trans-nasional yang sulit dihindari. Penemuan-penemuan sains dan teknologi memberikan kemudahan luar baisa kepada manusia modern. Benyamin Hoessein (2000) yang dikutip oleh Amytha Trisnawardani, mendefinisikan globalisasi dapat dipandang sebagai proses penyesuaian terhadap kondisi internasional dan penciptaan berbagai penyesuaian terhadap kondisi internasional dan penciptaan berbagai kemungkinan melalui interaksi para pelaku dalam bidang sosial, budaya ekonomi, politik dan dimensi teknologi menjadi suatu intensifikasi interaksi kebudayaan sosial, ekonomi dan saling ketergntungan antar negara, individu, dan rakyat.[4] Dalam proses ini, globalisasi ditandai dengan kemajuan yang sangat pesat dalam bidang tekonologi, informasi dan komunikasi.

Dalam konteks globalisasi ini, manusia akan dihadapkan tidak hanya pada perubahan struktur ekonomi dan sosial saja, akan tetapi juga pada persaingan pasar global yang cepat dan meningkat tajam. Perubahan-perubahan ini didorong oleh perubahan teknologi dan inovasi baru yang selain menciptakan pilihan-pilihan baru juga memberikan tantangan baru.

Kemajuan teknologi komunikasi abad ini telah memungkinkan berita dan cerita segera menyebar ke seluruh pelosok, menyapa siapa saja, tak peduli penerima pesannya siap atau tidak. Dunia ditandai oleh berbagai perubahan besar dalam tempo yang sangat cepat. Proses perubahan inilah yang melahirkan sejumlah tantangan yang harus dijawab oleh Pondok Pesantren, apakah ia mampu menjadikan tantangan sebagai peluang atau justru menjadi hambatan?

 

SEJARAH PESANTREN

Istilah “pesantren” berasal dari kata pe-santri-an, dan ditengarai berasal dari akar kata “santri” yang secara etimologis diartikan sebagai tempat tinggal para santri. Kata “santri” sendiri ada yang menduga berasal dari bahasa Sangsekerta “cantrik” yang berarti orang yang selalu mengikuti jejak gurunya.

Menurut Dhofier,istilah pondok pesantren  memiliki pengertian sebagai asrama para santri. Kata pondok berasal dari Bahasa Arab yaitu funduq yang berarti tempat tinggal, asrama atau hotel. Sedangkan kata pesantren  berasal dari kata santri yang diberi imbuhan pe-an yang berarti tempat para santri. [5]  Artinya istilah pesantren diadopsi dari kata “Funduq” yang banyak terdapat  di lingkungan Universitas AL Azhar Kairo Mesir merujuk kepada kamar-kamar yang terletak di sekitar ruang utama masjid Al – Azhar yang dihuni oleh para mahasiwa laki-laki.

Selanjutnya, Mustafa Syarif mengemukan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), dengan Kiai dan Buyanya, Encik, Ajengan, Tuan Guru, sebagai tokoh utama dan masjid sebagai lembaga sentralnya. [6]

Dari beberapa pengertian, dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki empat elemen pokok: kiai,; santri sebagai anak didik; asrama sebagai domisili santri; dan masjid atau surau sebagai pusat pengajaran.. Elemen-elemen ini lebih lengkap dibanding tripusat pendidikan (sekolah, masyarakat, keluarga), yang terdapat pada sistem sekolah pada pendidikan umum.

KH Imam Zarkasyi pendiri Pondok Modern Gontor menguraikan dengan jelas bahwa Pondok Pesantren memiliki ciri utama, yakni  Kiai sebagai sentral figur dan masjid sebagai pusat kegiatan.

Kedudukan pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam di Indonesia. Dalam sejarah pendirian kerajaan Islam di Indonesia peran  pondok pesantren senantiasa diperlukan. Keberadaan Wali Songo dan kehadiran seorang Kiai merupakan bagian dari dinamika hubungan masyarakat dan pondok pesantren. Fungsi pondok pesantren ada tiga yaitu: (1) Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, (2) Pondok pesantren sebagai lembaga penyiaran Islam, dan (3) Pondok pesantren  sebagai  lembaga  pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. [7]

Belum ada data sejarah secara pasti mengenai asal-muasal keberadaan pesantren di Indonesia. Namun setidaknya terdapat dua teori dalam menelusuri kapan mulai munculnya pesantren. Versi pertama menyatakan, pesantren merupakan sistem kelanjutan perkembagnan paralel dari pendidikan masyarakat Hindu di Nusantara dan India. Versi ini didasarkan pada fakta bahwa pra penyebaran Islam di Nusantra, sistem dan bentuk sejenis pesantren sudah digunakan untuk pengajaran agama Hindu, penggemblengan ilmu bela diri, ataupun mengasah spiritual dalam kuil-kuil atau padepokan. Baru setelah Islam hadir dan tersebar di Nusantara, sistem tersebut diadopsi oleh Islam. Versi kedua menyatakan, pesantren berakar dari sistem pengajaran tradisi sufi, zawiyah dan khanaqah, yang merupakan tempat pendidikan khas kaum sufi dalam menginsafi puncak tertinggi ilmu (gnosis ma’rifah) melalui penjernihan pikiran dan hati (tazkiyyah annafs).[8]

Penelusuran keberadaan dan perkemabangan pesantren hanya mampu digali setelah abad ke-16. Karya-karya jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke-16 di Indonesia telah banyak di jumlah pesantren besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fikih, teologi, dan tasawwuf.

Berdasarkan laporan pemerintah Hindia Belanda diketahui bahwa pada tahun 1831 di Indonesia ada sejumlah 1.853 lembaga pendidikan islam tradisional dengan jumlah santri 16.556. Data ini diverifikasi lagi melalui penelitian Van den Berg pada tahun 1885 diketahui bahwa dari 14.929 lembaga pendidikan islam yang ada di Indonesai, 300 diantaranya merupakan lembaga pesantren.[9] Berdasarkan data tersebut, dapat dipahami bahwa keberadaan pesantren di Indonesia sudah sangat lama sehingga sulit mencari kepastian awal pendirian pesantren.

Namun Demikian, terdapat kesepakatan diantara ahli sejarah Islam  bahwa  pendiri pesantren pertama adalah dari kalangan Walisanga sekitar abad 15 M., meskipun masih menjadi kontrovesi mengenai siapa dari Walisanga itu yang pertama kali mendirikannya. Ada yang menyebut Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), dan ada yang menyebut Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Akan tetapi yang terkuat adalah pendapat pertama. Kesepakatan ahli sejarah ini tidak menafikan terhadap bukti situs sejarah yang menunjukkan bahwa pesantren tertua di Jawa adalah Pesantren Tegalsari di Jetis Ponorogo Jawa Timur yang didirikan oleh Kiai Hasan Besari pada tahun 1742. Sebab yang dimaksud di sini adalah pendirian dalam arti pelembagaan pesantren pertama kali yang mengandung elemen-elemen pokok seperti wujud pesantren saat ini. Sejak saat itulah pesantren mulai mengukir sejarah perkembangannya di bumi Nusantara.[10]

TIPOLOGI PESANTREN

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah hilang keikhlasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat. Data Kemenag tahun 2009/2010 Terdapat 25,785 Pondok Pesantren di Indonesia.[11]

Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yaitu:

  1. 1.      Pondok Pesantren Salaf

Pesantren salaf umumnya didefinisikan sebagai pesantren dengan sistem pengajaran monologis (bandongan, weton dan sorogan) dan kurikulum yang berbasis agama serta manajemen dan administrasi sederhana dengan pola kepemimpinan yang terpusat pada satu figur kiai yang diterjemahkan oleh pengurus pesantren. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim), dan tidak menetap di dalam pondok (santri kalong).

Menurut Zamakhsyari Dhofier, ada beberapa ciri pesantren salaf atau tradisional, terutama dalam hal sistem pengajaran dan materi yang diajarkan. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan “kitab kuning”, karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangan-karangan ulama yang menganut paham Syafi’iyah. Semua ini merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren tradisional. [12]

  1. 2.      Pondok Pesantren Modern

Pesantren modern umumnya didefinisikan dengan pesantren yang memiliki sistem pendidikan modern dengan mensinergikan kurikulum berbasis ilmu agama dan pengetahuan umum, memiliki manajemen dan administrasi standar modern dengan pola kepemimpinan kolektif dan tidak tersentral pada figur kiai. Di Indonesia, jumlah pesantren modern tidak mendominasi, namun dalam dua tiga dasawarsa ini, banyak tumbuh lembaga Pondok Pesantren Modern dan memperkokoh pendahulunya.

  1. 3.      Pondok Pesantren Terpadu

Yaitu tipe pesantren yang semi salaf sekaligus semi modern. Pesantren ini bercirikan corak tradisionalisme yang masih kental, sebab disamping kiai masih menjadi figur sentral, budaya klasik masih menjadi standar pola relasi keseharian santri dalam pesantren. Namun, pesantren ini telah mengadaptasi sistem dan kurikulum pendidikan modern.

STANDARISASI ORGANISASI LEMBAGA PONDOK PESANTREN (Tawaran Tatanan Baru Untuk Pesantren Salaf Dan Modern)

 

            Dalam perkembangan pesantren, kepemimpinan pesantren tidak lagi menerapkan pola kepemimpinan tunggal. Organisasi pesantren dikembangkan dalam bentuk badan hokum berupa yayasan. Organisasi pesantren menjurus kea rah impersonal tanpa mengurangi peran Kyai sebagai pemimpin tertinggi, dengan kepemimpinan seperti itu pondok pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang modern.

Kelangsungan eksistensi pesantren akhirnya tidak lagi tergantung pada seseorang sebagai pemimpin tunggal seorang Kyai, namun sudah berkembang menjadi sebuah tim kerja. Hal ini merupakan catatan perkembangan yang menggembirakan bagi keberlangsungan pesantren.

Nurcholis Madjid mengemukakan, karena banyak kasus ketika Kyai yang memimpin pondok pesantren tersebut meninggal, penerus kepemimpinan tidak dapat dilanjutkan kepada para pewarisnya (karna kurang kualitas atau tidak ada keinginan), sehingga berdampak para langsung kepada perkembangan dan eksistensi pondok pesantren bahkan akhirnya ambruk. Maka, dengan adanya yayasan sebagai organisasi yang menghimpun kepemimpinan kolektif dan kontrol terhadap kepemimpinan yang ada, telah menjadi alternative sehingga lembaga pesantren tetap hidup terus dan bertahan (survive).[13]

Organisasi pembelajaran (Learning Organization) atau sering disebut dengan LO  adalah alat untuk membangun organisasi seperti halnya Yayasan yang berkualitas, teori ini dapat diartikan sebagai organisasi yang senantiasa belajar, mengelola beragam kompetensi manusia, karena  kebutuhannya berbeda.  Setiap anggota organisasi  perlu terus dikembangkan kemampuannya  melalui terus menerus belajar karena selalu ingin tahu yang baru (curriosity) untuk perbaikan di masa depan.  Penerapan organisasi pembelajaran (learning organization) dilakukan karena  organisasi memiliki  nilai-nilai inti (core value)  gunameningkatkan  kemampuan strategis  dengan  proses perbaikan tindakan, dan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota organisasi.

Menurut  Achua, dan Lussier, Organisasi pembelajaran berdasarkan ilmumanajemen   adalah organisasi yang mampu menghasilkan fakta dan keberhasilan yang tetap atau sebagian besar sedang mengalami masa peralihan. Perubahan  organisasi sedang berusaha untuk meningkatkan sistem berbasis produksi ekonomi dan berbasis pengetahuan. Akibatnya, organisasi-organisasi semakin tergantung pada pengetahuan inovatif untuk menciptakan nilai bagi pelanggan mereka. Pertanyaan yang selalu ditujukan bagi banyak pemimpin adalah bagaimana mengatur orang, sistem, dan proses dalam organisasi untuk menghasilkan dan memanfaatkan bentuk-bentuk baru pengetahuan.[14] Marquadt  mengatakan, ada  tiga belas dimensi karakteristik organisasi yang belajar yaitu:

(1) Belajar  merupakan  sistem  keseluruhan dan menyatu di dalam organisasi;

(2) Semua unsur yang terkait dengan   organisasi merupakan hal-hal yang penting (urgent)  untuk pembelajaran  organisasi secara menyeluruh untuk keberhasilan saat ini dan  yang akan datang;

(3) Belajar merupakan suatu proses  strategis yang dilakukan secara kontinyu dan selaras dengan pekerjaan;

(4) Fokus dan    kreatif    menumbuh kembangkan pembelajaran  berdasarkan pada proses berpikir sistem  (system process)

(5) Setiap anggota  organisasi setiap saat dapat mengakses informasi dan sumber data yang penting bagi keberhasilan organisasi;

(6) Suasana dan iklim  organisasi yang memberikan penghargaan dan semangat  akan memacu proses percepatan pembelajaran individu dan kelompok;

(7) Jaringan    pekerja   untuk   ide-ide   baru   merupakan   keragaman kelompok, baik di dalam maupun di luar organisasi;

(8) Perubahan dan  keberhasilan   ataupun kesalahan   yang    tidak terduga merupakan  fenomena   peluang pembelajaran;

(9) Organisasi yang lincah, gesit, dan fieksibel;

(10) Setiap orang didorong oleh keinginan untuk mencapai mutu terbaik   (best quality) dengan melakukan perbaikan secara kontinyu;

(11) Aktivitas yang dilakukan merupakan karakteristik dan aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi;

(12) Pengembangan kompetensi dasar untuk menghasilkan produk dan pelayanan;

(13) Merupakan proses kemampuan beradaptasi, menciptakan pembaharuan dan penyegaran (revitalisasi) organisasi dalam merespon Iingkungan yang senantiasa  berubah. [15]

sistem Organisasi pembelajaran  sebagai suatu sistem yang terdiri atas lima subsistem yaitu (a) learning, (b) organization, (c) people, (d) knowledge, dan (e) technology.[16] Organisasi pembelajar menitikberatkan pada lima sub sistem yaitu: belajar, organisasi, orang-orang, pengetahuan dan teknologi. Lima subsistem dijelaskan secara diskriptif menyangkut  sistem, prinsip-prinsip dan karakter organisasi dan  usahanya untuk  menghasilkan produk secara kolektif, titikberat perhatian memberikan hal-hal yang berkualitas.

            Berdasarkan pendapat Marquadt di atas, maka organisasi pembelajaran (learning organization) digolongkan menjadi lima subsistem yaitu: 1) Dinamika Pendidikan; 2) Fungsi dan Transformasi Organisasi; 3) Sumber daya Manusia; 4) Pengelolaan Pengetahuan, dan 5) Pengelolaan Teknologi.

Setiap subsistem dari lima subsistem tersebut memiliki sepuluh indikator yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:

NO

SUB SISTEM

INDIKATOR

A

DINAMIKA PEMBELAJARAN

1 Proses belajar terus menerus
2 Dukungan pimpinan
3 Mendengarkan informasi
4 Pelatihan bagaimana cara belajar
5 Metodologi pembelajaran yang aktif
6 Refleksi Permasalahan
7 Pendekatan Pembelajaran
8 Saling belajar
9 Berfikir dan bertindak
10 pelatihan team

B

FUNGSI DAN TRANSFORMASI ORGANISASI

1 Memahami sistem dan struktur
2 Visi dan Misi Organisasi
3 Kiat-kiat pimpinan
4 Komitmen Organisasi
5 Introspeksi Organisasi
6 Penghargaan
7 Kesempatan Belajar
8 Sistematik dan system orientasi
9 Komunikasi yang cepat
10 Koordinasi

C

PEMBERDAYAAN SDM

1 Pengembangan dan Pemberdayaan
2 Desentralisasi wewenang
3 Bekerja sebagai kemitraan
4 Peran Pimpinan dalam melatih dan mengarahkan
5 Eksperimen dan Penugasan
6 Informasi Usulan
7 Partisipasi konsumen
8 Pelaksanaan 9 Komponen Pendidikan di Pesantren
9 Kerjasama peningkatan profesionalisme
10 Aktif dalam mencari mitra dari luar

D

ASPEK PENGELOLAAN PENGETAHUAN

1 Peningkatan kualitas kerja
2 Akses system
3 Benchmarking
4 Berfikir kreatif
5 magang untuk eksperimen
6 sistem penyimpanan data
7 kesadaran individu
8 Transfer Pengetahuan antar group
9 Strategi Baru
10 Dorongan untuk dapat pengetahuan baru

E

ASPEK PENGELOLAAN TEKNOLOGI

1 Fasilitas teknologi
2 akses informasi Jarak jauh
3 Lingkungan Belajar multimedia
4 Bimbingan penggunaan komputer
5 kerjasama kelompok
6 dorongan secara cepat
7 Mempermudah pekerjaan
8 Perencanaan system teknologi
9 data dapat diakses
10 pembuatan program

 

 

PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH JAKARTA

Penerapan lima subsistem Organisasi Pembelajaran (Learning Organization) beserta indikator-indikatornya di Pondok Pesantren Darunnajah dijabarkan sebagai berikut:

  1. 1.      Dinamika Pembelajaran

Dinamika Pembelajaran terdiri dari sepuluh indikator dengan rincian sebagai berikut:

  1. a.      Proses Pembelajaran Secara Terus Menerus.

Proses pembelajaran  secara terus menerus  diperbaiki dimulai sejak seleksi masuk Pesantren Darunnajah. Mereka diperkenalkan tata tertib selama menjadi santri. Selain itu, dibimbing dan dididik  dengan disiplin dan bertanggungjawab sesuai ajaran Islam. Begitu juga metodologi pengajaran selalu bervariasi, guna mempercepat dinamika pembelajaran serta memperbaiki  sikap dan mental santri agar memiliki kepribadian yang baik. Penegakan  disiplin dilaksanakan dengan beragam metode pembelajaran yang digunakan pada saat kegiatan  formal maupun informal baik di dalam kelas, di luar kelas, di mesjid, maupun di lingkungan asrama.

  1. b.      Dukungan Pimpinan.

Pimpinan melakukan beragam  pendekatan yang stratejik dan sistemik, membina semua sumber daya manusia yang ada di presantren, sehingga para karyawan berkembang dan selalu siap berkompetisi untuk meningkatkan kualitas organisasinya.

  1. c.       Mendengarkan Informasi

Mendengarkan informasi dilakukan kegiatan dengan sosialisasi pertukaran informasi dan kebijakan melalui rapat maupun menggunakan perangkat teknologi. Setiap minggu Rapat Musyrif/Musyrifah sebagai pembinaan pengajian kitab Riyadussolihin, Rapat tim 19 setiap hari Rabu pagi, danRapat Kamis sebagai sosialisasi kebijakan hasil rapat tim 19 serta evaluasi pendidikan dan pengajaran. SedangkanApel Bendera Sabtu pagi digunakan untuk menyampaikan penegakkan disiplin, filosofi pesantren, Panca Jiwa dan Panca Jangka serta informasi evaluasi dan rencana kegiatan pesantren. Rapat Majlis Fajar setiap hari setelah shalat subuh, dan pengarahan saat mengikuti kuliah Khutbatul arsy setiap tahun, rapat guru mingguan, rapat yayasan dua mingguan, rapat dewan nadzir/pembina Yayasan enam bulan sekali.

  1. d.      Pelatihan Bagaimana Cara Belajar.

Semua guru di Darunnajah  wajib mengikuti pelatihan di lingkungan pondok pesantren tentang  bagaimana mereka dapat belajar mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Contoh: pelatihan marketing, kesekretariatan, kurikulum, metodologi pengajaran, pembuatan dan análisis soal, e-learning, Peningkatan pengunjung website, Peningkatan Kualitas Layanan BMT dan Bidang Usaha, Penyusupan Standar Operasional Prosedure, serta pelatihan manajemen konflik.

  1. e.       Metodologi Pembelajaran yang Aktif.

Metodologi pembelajaran aktif antara lain: diskusi informal, studi banding ke beberapa sekolah baik di dalam negeri maupun luar negeri, pemanfaatan multimedia, video, musik dan lain sebagainya.

  1. f.       Pendekatan Pembelajaran.

Setiap individu dimotivasi untuk selalu meningkatkan pengetahuannya melalui pendekatan-pendekatan pembelajaran secara adaptif, antisipatif, dan kreatif.  Untuk melakukan pendekatan tersebut,diberi fasilitas internet dengan Based Transfer Station internet kapasitas 2 MB yang dipancarkan ke18 titik hotspot. Selain itu, terdapat perpustakaan dengan koleksi terbaru, Laboratorium bahasa, IPA, Biologi, Fisika dan, laboratorium komputer.

g.       Refleksi Permasalahan.

Refleksi permasalahan dilakukan  dalam setiap unit atau bagian kegiatan dengan melakukan analisis SWOT. Pengelolaan SWOT dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan yang muncul dengan mengetahui sejak awal kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Darunnnajah.

h.      Saling Belajar.

Saling belajar dilakukan melalui berbagai pelatihan dan pertukaran informasi secara aktif serta memberikan umpan balik terhadap dinamika pembelajaran. Bentuk pertukaran informasi dilakukan melalui milling list, pertemuan-pertemuan harian, mingguan, dan bulanan. Selain itu, mengikuti kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran.

i.        Berfikir dan Bertindak.

Setiap individu mampu untuk berpikir dan bertindak secara komprehensif dengan pendekatan sistem. Membangun sistem adalah bagian dari misi Pesantren Darunnajah, maka setiap individu wajib melakukan tindakan dan perbuatannya dalam kerangka sistem tersebut. Contohnya seperti pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) setiap bagian, penugasan pimpinan kepada guru untuk menuntaskan permasalahan di lingkungan pesantren.

j.        Pelatihan Team

Pembentukan tim kerja digunakan untuk memotivasi  para pendidik dalam proses pembelajaran sebagai refleksi permasalahan. Setiap individu dan tim memanfaatkan rapat mingguan sesama supervisor untuk membahas permasalahan yang ada dan mencari solusi, kemudian dievaluasi dan didokumentasikan serta disampaikan kepada para individu pada rapat mingguan, untuk dilaksanakan dalam pembelajaran berikutnya.

  1. Fungsi dan  Transformasi Organisasi

Fungsi dan Transformasi Organisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a.       Memahami Sistem Dan Struktur

Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa hal: a) Menyiapkan perumusan kebijakan berbagai program. b) Melaksanakan kebijakan di bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan sunnah-sunnah Pondok Pesantren Darunnajah, peraturan KEMENAG dan KEMENDIKBUD. c) Merumuskan standar, norma, pedoman, kriteria, dan peraturan peningkatan mutu pendidikan. d) Melaksanakan pembinaan, bimbingan teknis, dan pengevaluasian program. e) Meningkatkan administrasi pelayanan pendidikan. f) Melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga baik dari dalam maupun luar negeri. g) Mengkoordinasikan kegiatan program pendidikan.

b.      Visi dan Misi Organisasi

Visi: mencetak manusia yang bermuttafaqah fiddin bertaqwa kepada Allah SWT, menjadi kader pemimpin umat/ bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia.

Misi: mencetak manusia yang; beriman dan bertaqwa; berakhlaq mulia; berpengetahuan luas; sehat dan kuat; terampil dan ulet; mandiri; mampu bersaing; kritis; dapat memecahkan masalah; jujur komunikatif, dan berjiwa juang. Merintis dan mempelopori  berdirinya pondok pesantren di seluruh Indonesia sebagai lembaga sosial keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah.

c.       Kiat-kiat Pimpinan

Kiat-kiat pimpinan antara lain: a) Pendekatan agama: Al Quran, Hadist, Fatwa-fatwa ulama. b) Pendekatan tanggung jawab: paedagogik, dan psikologi pendidikan. c) Memotivasi peningkatan sumber daya manusia: pelatihan, mengikuti pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. d) Pemberian insentif: melalui portofolio atau insentif progressif. e) Penugasan. g) Pengarahan mingguan. h) Pendekatan kemanusiaan. i) Pendekatan program.

d.      Komitmen Organisasi

Lembaga pendidikan Pondok Pesantren Darunnajah memiliki komitmen untuk  meningkatkan sumber daya manusia, dengan cara mendidik, mengajar dan membimbing para santri sejak dia diterima sampai ia lulus. Komitmen ini dilakasanakan  agar para santri memperoleh pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang bermanfaat bagi masa depannya.

e.       Introspeksi Organisasi

Introspeksi organisasi dilakukan dengan memberikan angket kepada calon orang tua santri dan santri sebelum menjadi alumni. Selain itu juga membuat data statistik berupa: animo masyarakat, pendaftar, pertumbuhan santri dan prestasi siswa.

f.       Penghargaan

Organisasi memberikan penghargaan kepada guru berprestasi baik individu maupun tim. Bentuk pemberian reward kepada guru berupa haji, umroh, voucher, kesempatan belajar di dalam maupun luar negeri, yang dibiayai oleh lembaga.

g.      Kesempatan Belajar

Pesantren memberikan kesempatan kepada santri, guru dan karyawan untuk melakukan proses pembelajaran/Learning by Doing di lingkungan pesantren seperti para santri senior diberi kesempatan untuk menjadi pengurus organisasi santri yang diberi kewenangan untuk mengatur disiplin adik-adik kelasnya.

  1. h.      Sistematik dan Sistem Orientasi.

            Rancangan organisasi melalui tukar-menukar pengetahuan guna meningkatkan pembelajaran organisasi secara menyeluruh (sistemik), dengan sistem orientasi pekerjaaan berdasarkan tingkat struktural. Membangun komunikasi antarguru dengan cara sharing, mailing list, pelatihan, membuat dan melakukan bencmarking bersama.

i.        Komunikasi yang Cepat

Meningkat komunikasi yang cepat dalam pembelajaran baik  secara  struktur  organisasi yang horizontal (flattern organization) dengan cara: menyampaikan informasi dalam setiap rapat, Telephone; Short Message Service Center; Email; Mailing list; Handy talky, Reapeter, Faximili.

j.        Koordinasi

Koordinasi antarunit dilakukan dengan: a) Mengadakan rapat mingguan per bagian, per unit lembaga. b) Rapat enam bulan sekali yang diikuti oleh pembina, yayasan, pimpinan pesantren, pelaksana harian. c) Rapat setahun sekali yang dilaksanakan oleh Dewan Nadzir (Pembina Yayasan).

  1. 3.      Pemberdayaan Manusia

Aspek pemberdayaan manusia meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a.      Pengembangan dan Pemberdayaan.

Pengembangan dilakukan dengan mempersiapkan kader-kader pesantren untuk melanjutkan pendidikan diluar maupun dalam negeri pada program diploma, S1, S2, S3.  Setelah menyelesaikan studi, diberdayakan dengan mengemban tugas diberbagai biro di lingkungan Pesantren Darunnajah. Selain itu untuk lebih memberdayakan organisasi dilakukan rolling tugas antarbiro.

b.      Desentralisasi Wewenang

Yayasan memberikan tugas/wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya kepada pimpinan pondok pesantren sebagai pelaksana harian organisasi, dalam teknis pelaksanaan pimpinan pesantren mendelegasikan tugas dan wewenang kepada kepala biro-biro untuk melaksanakan seluruh kebijaksanaan yang telah dituangkan oleh pimpinan.

c.       Bekerja Sebagai Kemitraan.

Para Pengurus Yayasan dan Pimpinan memperlakukan para guru yang memiliki wewenang sebagai mitra kerja dalam perjuangan dakwah Islamiah. Begitu juga para guru diberikan wewenang untuk belajar dari setiap permasalah dan belajar untuk menyelesaikan masalah bersama.

  1. d.      Peran Pimpinan Dalam Melatih Dan Mengarahkan.

           Pimpinan  berperan melatih, mengarahkan dan memfalitasi pembelajaran. Pimpinan memberikan kesempatan, fasilitas kepada para stafnya untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran, contoh: mengadakan pembekalan guru baru, pelatihan bahasa, memberikan kesempatan belajar, menyelenggarakan seminar (workshop).

  1. e.       Ekperimen Dan Penugasan

Pesantren Darunnajah memberikan kesempatan kepada santri kelas akhir, kelas lima TMI (setara 2 SMA) untuk menjadi pengurus organisasi santri yang mengurusi kehidupan di asrama, kebersihan, keamanan, konsumsi, pengajaran bahasa, olahraga (santri dan wali santri) dan Seni bagi adik-adik kelasnya, praktek amaliyah tadris (praktek mengajar), praktek pengabdian masyarakat.

  1. f.       Informasi Usulan.

Informasi usulan dilakukan dengan: a) Memberikan angket kepada wali murid pada waktu penerimaan santri baru. b) Meminta masukan dan saran tertulis kepada wali murid baru pada waktu acara orientasi murid baru. c) Mengundang para tokoh d) Menerima kritikan dan saran dari masyarakat melalui website, e-mail dan sms. e) Menerima komplain secara tertulis dari santri dan wali santri serta masyarakat untuk ditindaklanjuti kepada bagian yang terkait.

  1. g.      Partisipasi Konsumen.

Partisipasi konsumen dilakukan dengan: a) Para santri dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan pondok, contoh: penerimaan tamu, keamanan, olahraga, kepramukaan, membimbing adik-adik kelas.  b) Para wali murid diminta untuk membatasi waktu kunjungan, menjaga kebersihan, dan berpakaian sopan.

  1. h.      Pelaksanaan Sembilan Komponen Pendidikan Di Pesantren.

           Sembilan komponen pendidikan di pesantren Darunnajah: 1) Kurikulum, 2) Management dan Administrasi, 3) Sarana dan Prasarana, 4) Tenaga Pengelola, 5) Dana/Biaya 6) Manajemen Santri dan Ekstrakurikuler, 7) Pengabdian dan Partisipasi Masyarakat, 8) Budaya dan Disiplin, 9) Alumni Pesantren.

i.        Kerjasama Peningkatan Profesionalisme

Usaha pimpinan Darunnajah meningkatkan organisasi pembelajaran dengan melakukan kerja sama dengan stake holder, kelompok masyarakat, assosiasi profesional dan lembaga pendidikan baik dalam maupun luar negeri.

j.        Aktif Dalam Mencari Mitra Dari Luar Lembaga

Para pimpinan dan petugas selalu  berupaya menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar lingkungan pesantren  pada khususnya dan masyarakat umum  sebagai konsumen pesantren.  Dalam arti luas aktif dalam dalam mencari mitra dari luar untuk meningkatkan perannya sebagai lembaga pendidikan  ditengah-tengah  masyarakat.

  1. 4.      Pengelolaan Pengetahuan

Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management ) dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut:

a.      Peningkatan Kualitas Kerja

Hal ini dilakukan dengan: a) Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. b) mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga maupun pihak lain. C) Membuka akses internet. d) Membaca majalah/koran. d) Membaca buku-buku yang menunjang pelaksanaan kualitas.

b.      Akses Sistem

Akses sistem dilakukan dengan kegiatan: a) Membuat situs Darunnajah (www.darunnajah.com) dan beberapa website pesantren cabang. b) Memasang Hostpot. c) Memasang parabola. d) Meningkatkan  pembelajaran dengan program e-learning.

c.       Benchmarking.

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan santri, dengan beberapa kegiatan antara lain: a) Studi banding ke berbagai lembaga pendidikan. b) Membaca informasi tentang perkembangan lembaga lain. c) Mencontoh kegiatan lembaga lain. d) Mengikuti seminar untuk memperoleh ilmu dan wawasan. e) Mengadakan seminar, workshop dalam wadah fórum kajian ilmu Islam dan Kemasyarakatan (FORSIMA).

  1. d.      Berpikir Kreatif.  

Melakukan eksperimen sesuai dengan kebutuhan dengan cara: a) Membuat majalah dinding setiap regu. b) Mengadakan kursus jurnalistik dan membuat buletin internal santri. c) Mengikuti cerdas cermat yang diselenggarakan lembaga lain. d) Mengikuti Olimpiade bidang studi (Matematika, Fisika, Biologi) e) Mengikuti lomba bahasa Arab dan bahasa Inggris tingkat nasional dan internasional. f) Mengadakan lomba atau melakukan Event Organizer Marching Band tingkat Nasional di Istora Senayan, awalnya bernama Darunnajah Marching Band Competation dan sekarang berkembang menjadi IOMBC (International Open Marching Band Championship) sejak 2004.

e.       Magang Untuk Eksperimen.

Magang ini dilakukan dengan memberi kesempatan kepada para santri untuk belajar dan bermukim di Pesantren Nurul Ilmi Darunnajah 14, Serang, program magang usaha kecil dan menengah, pelatihan otomotif dan menjahit di Al-Manshur Darunnajah 3, Serang.

f.       Sistem Penyimpanan Data.

Kegiatan ini dilakukan dengan: a) Pendataan santri dengan sistem komputerisasi  (digitalisasi) b) Absensi kehadiran dengan sidik jari  (fingerprint) c) Dokumentasi data melalui buletin tahunan dan website Darunnajah d) Penyimpanan data nilai raport melalui server

g.      Kesadaran Individu

Kegiatan ini diwujudkan dengan aktivitas santri mengikuti kegiatan yang telah ditentukan oleh lembaga, contoh: Tes kafaah mudaris (tes kemampuan guru), kepramukaan (kursus Mahir Tingkat Dasar dan Kursus Mahir Tingkat Lanjutan), olahraga, kesenian, Jamiyatul Qurro (Perhimpuran ahli pembaca Al-Quran), dan mengikuti training-training yang diselenggarakan oleh lembaga.

h.      Transfer Pengetahuan Antarkelompok

Kegiatan ini dilakukan dengan: a) Mengadakan rapat gabungan antar kelompok/bagian. b) Mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas c) Mengkonsultasikan kepada atasanya ataupun sesama antar bagian d) Membuat regenerasi kepada junior e) Rolling tugas.

i.        Strategi Baru

Strategi baru dilakukan dengan membangun komunikasi dan interaksi yang aktif dan kreatif  di seluruh jajaran organisasi. Hal ini juga dilakukan dengan: a) Pembahasan masalah pada rapat tingkat pimpinan,  pada rapat tim 19. b) Sosialisasi hasil rapat kepada guru melalui rapat mingguan c) Sosialisasi kepada para santri melalui upacara setiap hari Sabtu. d) Sosialisasi melalui media internet

j.        Dorongan Untuk Dapat Pengetahuan Baru

Untuk meningkatkan  dorongan terhadap unit-unit kerja dalam menghasilkan  pengetahuan   oleh para individu yang mau belajar yaitu: a) Setiap individu diberikan kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan b) diberikan kesempatan untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi c) diberikan penghargaan terhadap pendidikan berupa peningkatan golongan dan ruang dalam sistem penggajian d) diberikan beasiswa kepada yang memenuhi ketentuan.

  1. Pengelolaan Teknologi

Pengelolaan teknologi dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut:

a.      Fasilitas Teknologi

Penggunaan fasilitas teknologi  dilakukan dengan merancang penggunaan  sistem elektronik yang dapat menunjang dan mempermudah pekerjaan seluruh jaringan organisasi.  Membuat data base terbaru sesuai data terbaru yang didukung oleh perangkat software dan hardware yang canggih  untuk mengolah beragam informasi sesuai kebutuhan organisasi dan memenangkan persaingan dari para kompetitor terlebih karena derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi.

  1. Akses Informasi Jarak Jauh.

Kegiatan ini dilakukan dengan: a) menggunakan  email, website dan SMS center, b) Beberapa bagian yang bertugas moving dilengkapi dengan blackberry c) Disediakan ruang teleconference.

c.       Lingkungan Belajar Multimedia.

Untuk menciptakan lingkungan multimedia dilakukan dengan: a) disediakan Laboratorium Komputer b) disediakan ruang theater yang dilengkapi dengan Multimedia c) disediakan Laboratorium Bahasa yang dilengkapi dengan earphone dan perangkatnya d) disediakan 18 hotspot di beberapa titik (lokasi).

d.      Bimbingan Penggunaan Komputer.

Bimbingan penggunaan komputer dilakukan dengan: a) Memasukan praktikum mata pelajaran computer Teknologi Informatika dan   Komputer kedalam kurikulum sekolah b) Mengadakan praktek c) Mengadakan kursus komputer bagi guru d) Memberikan fasilitas pinjaman lunak untuk pembelian Personal Computer dan e) Menyediakan buku-buku yang berkenaan dengan computer f) Mewajibkan setiap guru untuk memiliki e – mail dan blog.

e.       Kerjasama  Kelompok

Kerjasama kelompok dilakukan dengan: a) Membuat mailing list dan mengikutinya b) Membuat Google Group untuk mengoreksi naskah c) Mengadakan teleconference antar lembaga pendidikan.

f.       Dorongan Secara Cepat

Mengintegrasikan antara sistem pembelajaran teknologi tinggi, pelatihan dan praktek kerja yang berkesinambungan yaitu dengan cara dilatih membuat blog, email, dan didorong untuk aktif mengikuti dan mengelola blog dan diberi reward bagi yang aktif.

g.      Mempermudah Pekerjaan

           Untuk mempermudah pekerjaan dilakukan dengan: a) dengan elektronik memudahkan bekerja b) Menghemat waktu, tenaga dan pikiran c) Mempercepat kerja d) Mudah untuk memperbaiki dan mengarsipkan e) Pengiriman informasi kegiatan pesantren melalui website dan e-mail. f) Pengiriman informasi kepada guru-guru melalui short message service center.

h.      Perencanaan System Teknologi

Perencanaan ini dilakukan dengan: a) Setiap kelas disediakan LCD dan Laptop b) setiap guru memiliki laptop c) Setiap kantor disediakan komputer, Fax dan Telephone. 

i.        Data Dapat Diakses

Para anggota organisasi sebagai  individu dapat mengakses data yang dibutuhkan untuk efektivitas pekerjaan, dengan fasilitas yang ada para individu dapat mengakses data dengan mudah, cepat dan efisien. Untuk menyesuaikan sistem perangkat lunak (software) untuk pengumpulan, pemberian kode, penciptaan dan pendistribusian informasi sesuai kebutuhan.

j.        Pembuatan Program

Diantara bentuk pembuatan program di Pondok Pesantren Darunnajah adalah: a) Website di Darunnajah pusat dan cabang b) Program santri c) Program pengasuhan santri d) Program tabungan santri e) Program akutansi yayasan f) Program keuangan pesantren g) Program hotel/guest house g) SMS informasi h) Fingerprint.

PENGASUHAN: PROSES PENDIDIKAN DI PESANTREN

Di Pondok Pesantren, santri tidak hanya sekadar mendapatkan pendidikan dan pengajaran, tetapi lebih dari itu digunakan sistem pengasuhan dalam semua aktivitas santri. Pengasuhan berperan sebagai produsen yang meramu dan melaksanakan program kegiatan para santri dan penghuni pesantren, program, kegiatan dan sistem yang ada haruslah sesuai dengan kurikulum pendidikan pesantren guna pembentukan pribadi/karakter santri untuk menciptakan lingkungan bermoral dan berakhlaqul karimah sebagai dasar landasan utama intelektualitas

Pengasuhan santi adalah salah satu biro di Pesantren Darunnajah yang berada di bawah kendali langsung pimpinan Pondok Pesantren. Pengasuhan santri  membawahi: organisasi santri; keamanan pesantren; bimbingan dan konseling;  pembimbing santri di setiap kamar (musyrif); bahasa; marching band putri Darunnajah.  Fungsi biro pengasuhan santri,  membimbing, mengarahkan dan mengawal seluruh kegiatan santri selama 24 jam yang dilaksanakan di lingkungan pesantren, bagi santri yang bermukim  di asrama.  Semua aktivitas santri  menerapkan  disiplin dan tata tertib yang tinggi  dengan memberikan sistem hadiah (reward) dan hukuman (punishment)  bagi  para santri.

            Kewajiban dan tanggungjawab biro Pengasuhan Santri Darunnajah dijabarkan sebagai berikut:

  1. Mengontrol jalannya disiplin.
  2. Menempati kamar di rayon yang telah ditentukan.
  3. Mengikuti sholat berjamaah di masjid.
  4. Mengikuti upacara sabtu pagi.
  5. Menghadiri rapat mingguan pengasuhan santri.
  6. Melaksanakan harokatut Tabkir.
  7. Full Time di rayon dan tidak di perkenankan kerja sampingan (les dan sejenisnya) di luar pondok.
  8. Berperan aktif dalam rapat majlis fajar dan membuat laporan harian.
  9. Mengontrol absensi setiap malam pukul 22.00 WIB
  10. Mempunyai catatan individu santri
  11. Membuat laporan dan mengikuti rapat mingguan pada hari selasa pkl 20.00 di Baitul Waqif.
  12. Mengadakan rapat mudabbir.

PROGRAM KERJA

A.Harian

  1. Mengasuh, mengontrol dan memonitor kegiatan santri di rayon
  2. Menggerakkan santri untuk ke masjid
  3. Melaksanakan Harokatut Tabkir.
  4. Memberikan perizinan (tasdiq) untuk meninggalkan kelas
  5. Mengontrol kamar santri.
  6. Melarang tamu atau walisantri masuk ke asrama.
  7. Menginformasikan kepada wali santri perkembangan anaknya baik yang positif ataupun negatif.
  8. Memonitor bulis / haritsah di rayon.
  9. Mengatur karyawan untuk selalu menjaga kebersihan rayon dan kamar mandi.
  10. Mengadakan puasa sunnah dan kegiatan ubudiah lainnya bersama dengan pengurus rayon dan anggota rayon sewaktu-waktu.
  11. Mengontrol keberadaan santri di asrama.

B.Mingguan

  1. Mengontrol kamar-kamar sebelum adzan pertama sholat jum’at.
  2. Mengumpulkan anggota rayon seminggu sekali.
  3. Membimbing dan mengontrol jum’at bersih.
  4. Mendata fasilitas rayon yang rusak dan kurang layak serta melaporkannya ke BRT.
  5. Menginventarisasi barang –barang pesantren yang ada di dalam rayon
  6. Menggerakan anak-anak untuk berolahraga setelah jum’at bersih.
  7. Mengadakan siraman rohani bagi anggota rayon. (dibuat materi khusus)

C.Bulanan

  1. Mengabsen santri setelah libur bulanan.
  2. Memeriksa kamar pengurus. (tidak ada skat kamar)
  3. Rapat evaluasi bersama pengurus rayon dan ketua kamar.
  4. Membuat laporan bulanan dan diserahkan ke TU Pengasuhan.
  5. Memeriksa administrasi rayon.
  6. Musyrifah memeriksa santri setelah perpulangan bulanan di depan asrama bersama mudabbir.

D.Semester

  1. Membantu panitia ujian untuk Harokatut Tabkir saat ujian.
  2. Menggerakkan santri untuk belajar di luar asrama pada pagi dan malam hari.
  3. Mengontrol asrama saat ujian tulis berlangsung.

E.Program Kerja Tahunan

  1. Membantu keamanan pesantren dalam perpindahan kamar.
  2. Mengikuti seluruh kegiatan tahunan santri.

MEMPERTAHANKAN KUALITAS DENGAN TQE

Setelah memiliki kualitas organisasi yang handal, maka tugas pesantren adalah menjaga dan mempertahankan kualitas tersebut sebaik-baiknya. Diantara instrumen yang dapat digunakan untuk mempertahankan kualitas tersebut adalah TQE (Total Quality Education).

TQE pada prinsipnya adalah bagaimana mengimplementasikan TQM (Total Quality Management) dalam dunia pendidikan.[17]  Hal ini dimaksudkan karena salah satu masalah penting di dalam dunia pendidikan adalah masih rendahnya mutu alumninya. Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan membuat empat kebijaksanaan strategis yang terdiri atas perluasan kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta efisiensi, dan efektivitas penyelenggara pendidikan. Mengadakan serangkaian kegiatan penataran guru, pembentukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejenis (MGMP), didirikannya Pusat Kegiatan Guru (PKG), Lembaga Balai Penataran Guru (BPG) dan lain sebagainya. Namun tidak serta merta persoalan tersebut bisa terselesaikan.
Lalu di manakah letak pesantren?

Menurut Slamet PH (2000), sumber penyebab rendahnya kualitas pendidikan tersebut adalah aspek pengelolaan atau manajemen. Secara internal hal tersebut disebabkan oleh penerapan pendekatan input-output yang keliru. Terlalu mengedepankan aspek input pada penyelesaian hampir semua kasus pendidikan di sekolah. Seakan-akan mutu pendidikan seperti halnya Pondok Pesantren, akan meningkat dengan sendirinya apabila input santri berkualitas. Misalnya kekurangan guru, ditambah guru, membangun laboratorium, dan seterusnya. Ada satu faktor yang terlupakan, yaitu bagaimana berbagai input tersebut dipertemukan dan berinteraksi di dalam proses belajar-mengajar.

Mempertahankan mutu

Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian, sebagian orang ada yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang berbeda dengan mutu dalam pandangan orang lain. Sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik, apalagi sejenis Pondok Pesantren.

Seseorang bisa mengetahui mutu ketika mengalaminya, tetapi tetap merasa kesulitan ketika ia mencoba mendeskripsikan dan menjelaskannya. Satu hal yang bisa diyakini adalah mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah/Pondok Pesantren dan meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras.

Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah; institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (Customer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang bermutu dan memberikan kepuasan kepada mereka. Maka pada saat itulah dibutuhkan suatu sistem manajemen yang mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih bermutu.

Manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasran utama, baik pelanggan dalam (Internal Customer) maupun pelanggan luar (External Customer). Dalam dunia pendidikan, yang termasuk pelanggan dalam adalah penglola institusi pendidikan, guru, staff, dan penyelenggara institusi. Sedangkan pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kupuasan atas jasa yang diberikan.

Dalam operasi TQM dalam pendidikan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan:

a. Perbaikan Secara Terus Menerus (Continuous Improvement).

Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang diterapkan.

b. Menentukan Standar Mutu (Quality Assurance)

Paham ini digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi pendidikan.

c. Perubahan Kultur (Change Of Culture)

Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional.

d. Perubahan Organisasi (Upside- Down Organization)

Jika visi dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dalam organisasi, yang menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab; baik peran Yayasan, Kyai, Ustadz maupun santrinya.

e. Mempertahankan Hubungan Dengan Pelanggan (Keeping Close To The Customer)

Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan (dalam kerangka idealisme, dan tidak terjebak pada pola pragmatism), maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit Public Relation/Bagian Hubungan ke Masyarakat.

Mutu Pembelajaran

Institusi pendidikan yang menggunakan prosedur mutu terpadu harus menangkap secara serius isu-isu tentang gaya dan kebutuhan pembelajaran untuk menciptakan strategi individualisasi dan diferensiasi dalam pembelajaran. Pelajar/santri  adalah subjek utama, dan jika model pembelajaran tidak memenuhi kebutuhan individu masing-masing mereka, maka itu berarti bahwa institusi tersebut tidak dapat mengklaim bahwa ia telah mencapai mutu terpadu.

Institusi pendidikan juga perlu menggunakan hasil pengawasan formal untuk menetapkan keabsahan program-programnya. Institusi pendidikan harus siap untuk melakukan langkah-langkah perbaikan terhadap kinerja pelajar yang belum sesuai dengan harapan dan keinginan mereka. Sebagaimana yang diketahui oleh para guru, hal ini bukan hal yang mudah. Karena hal ini bisa saja menjadi pengalaman emosional dan dapat membawa perubahan yang tidak terduga. Yang perlu ditegaskan adalah langkah-langkah perbaikan tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi dan pengalaman praktek kepada para pelajar tentang penggunaan TQM yang dapat menyesuaikan diri dalam situasi apapun.

Sebab-Sebab Umum Kegagalan Mutu Dalam Pendidikan

Sebab-sebab umum rendahnya mutu pendidikan di mana saja termasuk Pondok Pesantren, bisa disebabkan oleh beberapa sumber yang mencakup desain kurikulum yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai.

Jika kesalahan dan kegagalan tersebut diidentifikasi sebagai akibat dari masalah sistem, kebijakan, atau sumber daya, maka hal tersebut adalah sebuah kegagalan “sebab umum”. Implikasi menejemnnya adalah sebab-sebab tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan dan dikembangkan kembali.

Hal ini mungkin memerlukan perubahan kebijakan atau pelatihan-pelatihan baru. Hal terpenting yang harus dicatat di sini adalah, hanya pihak manajemen yang dapat membenahi masalah tersebut; Yayasan, Kyai yang memiliki otoritasnya. Hanya manajemen yang memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan atau mendesain ulang sebuah sistem. Staf yang lain mungkin melihat perlunya perubahan, tetapi implementasi perubahan tersebut hanya akan terjadi ketika manajemen mengambil tindakan.

Untuk menentukan akan dan penyebaran sebuah masalah, diperlukan sebuah upaya untuk mencari data-data kegagalan dan melakukan pemeriksaan secara teratur. Dan kesalahan yang sering kali terjadi dalam dunia pendidikan adalah kurangnya penelitian dan analisa terhadap sebab-sebab rendahnya tingkat pencapaian tujuan, serta belum terwujudnya penelitian dan analisa tersebut sebagai subyek aksi manajerial.

 

Sebab-Sebab Khusus Kegagalan Mutu

Di sisi lain, sebab-sebab khusus kegagalan, sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati, meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalan komunikasi atau kesalah-pahaman. Apalagi, dalam dunia Pesantren, lingkungan keluarga Kyai sangat dominan memberikan bentuk budaya organisasi.

Kegagalan tersebut bisa juga diakibatkan oleh anggota individu staf yang tidak memiliki skill, pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan. Sebab-sebab khusus masalah mutu bisa mencakup kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota, kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, atau yang berkaitan dengan perlengkapan-perlengkapan.

Jika sebuah masalah disebabkan oleh sebab-sebab khusus, maka masalah tersebut bisa diatasi dengan tanpa mengganti kebijakan atau mendesain kembali sistem. Merubah sistem merupakan hal yang tidak tepat dan bisa mengakibatkan terjadinya kegagalan yang lebih fatal. Sumber kegagalan membutuhkan identifikasi dan penyelesaian. Menangani sebab-sebab khusus juga merupakan tanggung jawab manajemen. Memang staf lain sangat mungkin bisa menangani dan menyelesaikan masalah tersebut, namun terkadang mereka tidak memiliki otoritas yang cukup.sepertinya Kyai, atau orang yang ditunjuk. Banyak masalah khusus dalam pendidikan muncul dari sejumlah kecil individu yang kurang memiliki motivasi atau ketrampilan untuk menjadi seorang guru yang efektif. Hanya manajemen yang memiliki otoritas untuk menemukan solusi yang tepat dalam masalah ini.

Kendala-Kendala yang Harus Diatasi Ketika Memperkenalkan TQM dalam Pendidikan

Untuk mengembangkan sebuah kultur mutu, diperlukan waktu dan kerja keras. Karena jika kedua hal tersebut tidak berjalan dengan baik, maka perjalanan mekanisme kerja mutu akan terhambat. TQM membutuhkan mental juara yang mampu mengahadapi tantangan dan perubahan dalam pendidikan. Peningkatan mutu merupakan proses yang membutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian. Karena diam di tempat saat para pesaing terus berkembang adalah tanda-tanda kegagalan.

TQM mengharuskan kesetiaan jangka panjang staf senior terhadap institusi. Karena, tidak tertutup kemungkinan manajemen senior/pimpinan/Kai sendiri bisa menjadi problem. Mereka bisa saja mengharapkan hasil positif yang dihasilkan TQM, namun tidak mau memberikan dukungan sepenuh hati yang diperlukan. Banyak inisiatif mutu yang tersendat-sendat disebabkan sikap manajer senior/pimpinan/Kyai (sekelah Kyai/pimpinan) yang kembali pada metode manejemen tradisional. Kekhawatiran manajer senior/pimpinan/Kyai dalam mengadopsi metode dan pendekatan yang baru adalah kendala utamanya. Hal ini merupakan rintangan atau kendala yang sangat serius. Ketika manajemen senior tidak mampu mendukung TQM, maka sangat kecil kemungkinan orang lain di organisasi tersebut akan mampu melaksanakannya.

Volume tekanan eksternal juga bisa menghalangi upaya sebuah organisasi dalam menerapkan TQM. Walaupun program-program mutu disampaikan dengan publikasi besar-besaran, seringkali program-program tersebut tergilas oleh inisiatif lain. Perlu dipastikan bahwa meskipun ada tekanan lain, mutu harus selalu menjadi prioritas utama dalam agenda. Dalam hal ini, perencanaan strategis memiliki peranan penting, untuk membantu staf memahami misi institusi dan menjembatani jurang dalam komunikasi.

Manajemen senior harus mempercayai stafnya untuk bersama-sama mengusung visi institusi mereka ke depan. Beberapa manajer senior/pimpinan/Kyai terkadang tidak berbagi visi dengan para bawahan sebab mereka khawatir akan kehilangan status dan hal tersebut dianggap menurunkan derajat manaje/pimpinan/Kyair. Ditambah lagi dengan ketakutan manajer senior/pimpinan/Kyai untuk mendelegasikan bawahannya, maka peningkatan dan pengembangan mutu akan menjadi suatu yang mustahil.

Masalah utama yang sering dialami oleh banyak institusi adalah peran yang dimainkan oleh menejemen menengah. Mereka memiliki peran penting karena mereka adalah petugas operasional harian institusi dan bertindak sebagai petugas komunikasi yang sangat penting. Mereka bisa menjadi penghalang terjadinya perubahan, atau sebaliknya menjadi pemimpin. Mananjer menengah hanya bisa mendefinisikan hasil karyanya sebagai salah satu bentuk inovasi, jika manajer senior/pimpinan/Kyai mengkomunikasikan kepada mereka visi dari sebuah masa depan baru. Manajer senior/pimpinan/Kyai harus konsisten dalam bersikap dan bertindak ketika menganjurkan peningkatan struktur dan kultur serta  mengkomunikasikan pesan peningkatan mutu.

Para manajer bukan satu-satunya pihak yang bisa menghalangi pengembangan mutu. Beberapa staf yang terlalu khawatir salah terhadap konsekwensi pemberdayaan juga bisa menghalangi mutu. Mereka kadangkala cenderung suka terhadap hal-hal yang bersifat statis. Mereka perlu mendapatkan brainstorming pentingnya dan kegunaan perubahan. Untuk alasan ini, TQM tidak boleh menjadi sekedar jargon dan iklan.

PENUTUP

Abad 21 adalah tantangan yang harus dihadapi dunia pesantren dengan mengikuti perubahan-perubahan dan kemajuan yang ada dengan tetap mempertahankan ciri khas kepesantrenannya. Standarisasi organisasi dengan menerapkan organisasi pembelajaran (learning organization) yang baik akan menjadikan pesantren mampu menjaga dan mempertahankan eksistensinya di tengah kerasnya arus globalisai abad 21. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya adalah mempertahankan kualitas organisasi pembelajaran (learning organization) tersebut dengan Total Quality Managemen (TQM) dalam Pendidikan atau Total Quality Education (TQE).

Wallahu a’lam bissowab

Daftar Pustaka

Achua, D.B.A.  Christopher F dan Robert N. Lussier, Ph. D., Effective Leadership, Canada: Cengage Learning Costumer & sales, 2010.

Departemen Agama Republik  Indonesia, Pola Penyelenggaraan Pondok Pesantren Ashriyah/Khalafiyah Profil Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan Keagaman  dan Pondok Pesantren, Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, 2001.

Dhofier, Zamakhsari. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: LP3S, 2006.

_________Tradisi pesantren: Studi tentang pandangan hidup kyai. Jakarta: LP3ES, 1994.

Goeztav, Daimullah.  http://the-jasspro.blogspot.com/2012/04/menggagas-pesantren-sebagai-pusat.html

Kadarusman dkk, Sejarah dan Turats Pesantren  (Moderasi Turats Pesantren). Surakarta: Assalam Press, 2005.

Marquadt, Michael J. Building The Learning Organization, New York : McGraw-Hill, 1997.

Syarif, Mustafa. Administrasi Pesantren. Jakarta: PT. Bayu Barkah, 2009.

Trisnawardani, Amytha. Perkembangan Pembangunan Pemerintahan Indonesia di Abad 21, http://djangka.org/2012/07/12/perkembangan-pembangunan-pemerintahan-indonesia-di-abad-21/

http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html

https://sofwanmanaf.wordpress.com/?s=data+pesantren

Curriculum Vitae

Nama                    Sofwan Manaf

TTL                         Jakarta, 7 Agustus 1965

Pengabdian          Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah

Pendidikan            S1 IPD Pondok Modern Gontor Ponrogo, 1991

S2 Qism Filsafat Islam Cairo University Cairo, 199 (Tidak selesai)

S2 FISIP Universitas Indonesia, 1999

S3 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

Masih menyelesaikan (ujian tertutup)

Contact                   0811 805905 / 08978805905 / 02173883665

Sofwanm2001@yahoo.com

DATA PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH

Nama Pesantren                 Darunnajah

Badan Hukum                      Yayasan Darunnajah

Dirintis sejak                         1942

Didirikan Pesantren            1974

Cabang                                  14 (empat belas) di Jakarta, Bogor, Tangerang, Serang,

Bengkulu dan Dumai

Santri                                     8,710 santri

Kerjasama Pesantren         97 Pondok Pesantren

Aset Waqf                             619 hektar

Ketua Yayasan                      KH Saifuddin Arief, SH, MH

Pimpinan                               Drs. KH Mahrus Amin

Sofwan Manaf

Telp                                        +62217350187 / +622173883665

SMS Center                      +628158727773

Email                                      sekretaris.darunnajah@gmail.com

Web                                        www.Darunnajah.com

LAMPIRAN:

 

ALAT UKUR STANDARISASI ORGANISASI PEMBELAJARAN (LEARNING ORGANIZATION)

 

 

INSTRUMEN PENILAIAN ORGANISASI PEMBELAJARAN (LEARNING ORGANIZATION)

 

IDENTITAS RESPONDEN:

 

Nama               :

Umur               :

Jabatan                        :

Masa Kerja      :

PETUNJUK PENGISIAN: Lingkarilah (pada angka) salah satu alternatif jawaban sesuai dengan pertimbangan Bapak/ibu untuk setiap pertanyaan

 

PEDOMAN PENILAIAN

 

  1. Penilaian menggunakan skala 1- 4, dengan rincian nilai sebagai berikut:

1 = belum atau sedikit diterapkan

2 = Bagian tertentu diterapkan

3 = Sebagain besar diterapkan

4 = Sepenuhnya diterapkan

  1. Penilaian Setiap subsistem memiliki rentang nilai antara 10 – 40, dengan rincian skor nilai sebagai berikut:

Nilai 10 – 17 = buruk (poor)

Nilai 18 – 24 = cukup (fair)

Nilai 25 – 32 = baik (good)

Nilai 33 – 40 = sangat baik (excellent)

  1. Penilaian keseluruhan atau total nilai organisasi pembelajaran memiliki rentang nilai 50 – 200, dengan rincian sebagai berikut:

Nilai Total 50 – 87 = buruk (poor)

Nilai Total 88 – 125 = cukup (fair)

Nilai Total 126 – 162 = baik (good)

Nilai Total 163 – 200 = sangat baik (excellent)

  1. I.        Aspek Dinamika Pembelajaran

 

No

Pertanyaan

Tingkat Penerapan

Belum / sedikit

Bagian tertentu

Sebagian besar

Sepenuhnya diterapkan

1

Sejauhmana proses pembelajaran (learning) secara kontinyu pada seluruh individu merupakan prioritas utama dalam organisasi ini?

1

2

3

4

2

Sejauhmana dukungan dari pimpinan untuk mengelola pembelajaran (learning) kita miliki dan mengembangkannya?

1

2

3

4

3

Sejauhmana para individu memiliki keterampilan dalam mendengarkan secara aktif dan memberikan umpan balik secara obyektif?

1

2

3

4

4

Sejauhmana para individu dilatih dan diarahkan dalam pembelajaran bagaimana cara belajar (learning how to learn?)

1

2

3

4

5

Sejauhmana metodologi yang digunakan dalam mempercepat pembelajaran seperti: diskusi, informal, studi perbandingan, multi media, video, musik, dan sebagainya?

1

2

3

4

6

Sejauhmana para individu meningkatkan pengetahuaanya melalui pendekatan-pendekatan pembelajaran secara adaptif, antisipatif dan kreatif?

1

2

3

4

7

Sejauhmana tim-tim (kelompok-kelompok) dan individu-individu menggunakan proses pembelajaran dari refleksi permasalahan

1

2

3

4

8

Sejauhmana tim-tim (kelompok-kelompok) didorong untuk saling belajar satu sama lain dan pembelajaran (learning) bersama dalam berbagai cara melalui bulletin, surat kabar, pertemuan antar kelompok, dan sebagainya?

1

2

3

4

9

Sejauhmana para individu mampu untuk berpikir dan bertindak secara komprehensif, dengan pendekatan sistem?

1

2

3

4

10

Sejauhmana tim-tim (kelompok-kelompok) memperoleh pelatihan tentang bagaimana bekerja dan belajar dalam kelompok?

1

2

3

4

  1. II.               Aspek Transformasi Organisasi:

 

NO

Pertanyaan

Tingkat Penerapan

Belum / sedikit

Bagian tertentu

Sebagian besar

Sepenuhnya diterapkan

1

Sejauhmana para individu memahami sistem dan struktur organisasi secara keseluruhan yang merupakan dasar yang terpenting dari organisasi pembelajar (learning organization)?

1

2

3

4

2

Sejauhmana para pimpinan perusahaan mendukung visi dari organisasi pembelajar (learning organization)?

1

2

3

4

3

Sejauhmana para pimpinan mengkondisikan bahwa pengetahuan adalah penting untuk pembelajar (learning)?

1

2

3

4

4

Sejauhmana komitmen organisasi melakukan pembelajaran secara terus menerus untuk selalu melakukan perbaikan?

1

2

3

4

5

Sejauhmana organisasi mau belajar (learning) dari kegagalan / kesalahan dalam upaya mencapai keberhasilan?

1

2

3

4

6

Sejauhmana organisasi memberikan penghargaan kepada individu dan tim yang mau belajar dan membantu belajar yang lainnya?

1

2

3

4

7

Sejauhmana kesempatan pembelajaran (learning) yang terkait dengan operasional dan program organisasi?

1

2

3

4

8

Sejauhmana rancangan organisasi untuk saling tukar menukar pengetahuan dan meningkatkan pembelajaran organisasi secara menyeluruh?

1

2

3

4

9

Sejauhmana tingkat komunikasi yang cepat dan pembelajaran pada tingkat bagian?

1

2

3

4

10

Sejauhmana koordinasi yang berdasarkan tujuan dan pembelajaran (leraning) yang baik dengan tetap memelihara batasan antar unit kerja yang telah disepakati?

1

2

3

4

  1. III.           Aspek Pemberdayaan Manusia

 

No

Pertanyaan

Tingkat Penerapan

Belum / sedikit

Bagian tertentu

Sebagian besar

Sepenuhnya diterapkan

1 Sejauhmana pencanangan untuk mengembangkan dan memberdayakan tenaga kerja agar mampu dan sepakat untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pembelajaran?

1

2

3

4

2 Sejauhmana desentralisasi dan pendelegasian wewenang yang merupakan keseimbangan antara tanggung jawab dan kemampuan pembelajaran?

1

2

3

4

3 Sejauhmana pimpinan dan staf bekerjasama dalam kemitraan untuk belajar dan menyelesaikan masalah?

1

2

3

4

4 Sejauhmana para pimpinan berperan sepenuhnya dalam melatih, mengarahkan, dan memfasilitasi pembelajaran?

1

2

3

4

5 Sejauhmana pimpinan membangkitkan dan meningkatkan kesempatan pembelajaran individu untuk bereksperimen dan merefleksikan tentang apa yang dipelajari sehingga memperoleh pengetahuan baru yang dapat digunakan?

1

2

3

4

6 Sejauhmana berbagai informasi pada konsumen/stake holder kita untuk mendapatkan ide-ide dan masukan-masukan dari mereka untuk dipelajari dan meningkatkan pelayanan untuk produk?

1

2

3

4

7 Sejauhmana kita memberi kesempatan kepada konsumen / stake holder untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan dan pembelajaran?

1

2

3

4

8 Sejauhmana pembelajaran dari mitra kerja (seperti instansi lain, LSM, dalam dan luar negeri) melalui perencanaa sumberdaya dan strategi-strategi agar dapat menghasilkan penggabungan pengetahuan dan keterampilan?

1

2

3

4

9 Sejauhaman partisipasi kita dalam pembelajaran bersama dengan para stake holder, kelompok masyarakat, asosiasi professional dan lembaga-lembaga pendidikan?

1

2

3

4

10 Sejauhmana keaktifan kita dalam mencari mitra pembelajaran seperti kelompok masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan, asosiasi profesional?

1

2

3

4

  1. IV.           Aspek Pengelolaan Pengetahuan

 

No

Pertanyaan

Tingkat Penerapan

Belum / sedikit

Bagian tertentu

Sebagian besar

Sepenuhnya diterapkan

1

Sejauhmana para individu secara aktif mencari informasi dalam rangka memperbaiki pekerjaan organisasi?

1

2

3

4

2

Sejauhmana sistem yang dimiliki dapat mengakses untuk mengumpulkan informasi internal maupun eksternal?

1

2

3

4

3

Sejauhmana para individu memantau perkembangan organisasi lain yang baik dengan cara membandingkan atau mengamati apa yang mereka kerjakan (bencmarking), menghadiri konferensi, menguji hasil penelitian publikk?

1

2

3

4

4

Sejauhmana para individu dilatih dalam keterampilan berpikir kreatif dan melakukan eksperimen?

1

2

3

4

5

Sejauhmana melakukan uji coba untuk pengembangan produk / atau pemberian pelayanan?

1

2

3

4

6

Sejauhmana sistem dan struktur yang ada terhadap pentingnya pengkodean dan penyimpanan ilmu pengetahuan untuk memudahkan bagi yang memerlukan?

1

2

3

4

7

Sejauhmana tingkat kesadaran para individu tentang pentingnya pembelajaran organisasi dan berbagi pengetahuan kepada yang lainnya?

1

2

3

4

8

Sejauhmana tim antar fungsi digunakan untuk mentransfer pembelajaran antar grup, bagian maupun antar fungsional (Cross function team) ?

1

2

3

4

9

Sejauhmana kontinuitas pengembangan strategi baru dan mekanisme berbagi / penyebaran hasil pembelajaran ke seluruh organisasi?

1

2

3

4

10

Sejauhmana dorongan terhadap unit-unit kerja dalam menghasilkan pengetahuan oleh para individu yang mau belajar?

1

2

3

4

  1. V.     Aspek Penerapan Teknologi

 

No

Pertanyaan

Tingkat Penerapan

Belum / sedikit

Bagian tertentu

Sebagian besar

Sepenuhnya diterapkan

1

Sejauhmana pembelajaran difasilitasi dengan sistem tehnologi komputer agar efektif dan efisien?

1

2

3

4

2

Sejauhmana para individu dapat mengakses langsung informasi jarak jauh (seperti: jaringan kerja secara online, internet, dan lain-lain)?

1

2

3

4

3

Sejauhmana fasilitas pembelajaran dilengkapi dengan sarana multimedia dalam menciptakan lingkungan belajar?

1

2

3

4

4

Sejauhmana para individu diarahkan untuk mendapat bimbingan penggunaan komputer dalam pembelajaran?

1

2

3

4

5

Sejauhmana penggunaan model tehnologi kelompok (groupware tehnology) untuk mengelola proses dalam kelompok?

1

2

3

4

6

Sejauhmana dorongan pembelajaran secara cepat mengintegrasikan antara sistem pembelajaran teknologi tinggi, pelatihan dan praktik kerja?

1

2

3

4

7

Sejauhmana penunjang sistem elektronik yang ada dalam mempermudah pembelajaran dan melakukan pekerjaan yang lebih baik?

1

2

3

4

8

Sejauhmana perancangan khusus sistem penunjang kinerja secara elektronik untuk menentukan kebutuhan pembelajaran?

1

2

3

4

9

Sejauhmana para individu dapat mengakses data yang dibutuhkan untuk efektifitas pekerjaan?

1

2

3

4

10

Sejuhmana penyesuaian sistem perangkat lunak (software) untuk pengumpulan, pemberian kode, penciptaan, dan pendistribusian informasi sesuai kebutuhan?

1

2

3

4

 


[1] Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional “Reposisi Strategis Pesantren Dalam Pembangunan Abad 21”,Sawangan Golf Hotel and Resort, Sawangan Depok Jawa Barat, 16-18 Desember 2012

[2] Pragmatisme adalah aliran  yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Modernisme yakni hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya yang dipengaruhi oleh praktik dan teori kapitalisme dan industrialisme. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.

[3] Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor, (Ponorogo: Trimurti Press, 2005), h. xvi

[4] Amytha Trisnawardani,Perkembangan Pembangunan Pemerintahan Indonesia di Abad 21, http://djangka.org/2012/07/12/perkembangan-pembangunan-pemerintahan-indonesia-di-abad-21/

[5] Zamakhsari Dhofier, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: LP3S, 2006) , h.18.

[6] Mustafa Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT. Bayu Barkah, 2009) h. 5.

[7] Departemen Agama Republik  Indonesia, Pola Penyelenggaraan Pondok Pesantren Ashriyah/Khalafiyah Profil Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan Keagaman  dan Pondok Pesantren, Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, 2001) h. 12.

[9] Kadarusman, Sejarah dan Turats Pesantren  (Moderasi Turats Pesantren), (Surakarta: Assalam Press, 2005), h. 4.

[10] Daimullah Goeztav, op.cit

[12] Zamakhsyari Dhofier. Tradisi pesantren: Studi tentang pandangan hidup kyai. (Jakarta: LP3ES, 1994). h. 50.

[13] Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997). H. 20

[14] Christopher F. Achua, D.B.A., Robert N. Lussier, Ph. D., Effective Leadership, (Canada: Cengage Learning Costumer & sales, 2010), h. 413

[15] Michael J. Marquadt, Building The Learning Organization, (New York : McGraw-Hill, 1997), h. 20.

[16] Ibid., h. 20.





IKPDN JANGAN DIPOLITISIR

10 06 2009

IKPDN JANGAN DIPOLITISIR
Drs.K.H. Mahrus Amin, pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah menyayangkan sekaligus mengingatkan para Alumni untuk tidak “menjual” nama Darunnajah dan membawanya kepada ranah politik. Hal tersebut disampaikan dalam rapat guru teras (Tim-19), Rabu 10 Juni 2009, terkait dengan pemberitaan dibeberapa media massa yang menyatakan dukung-mendukung Ikatan Keluarga Pesantren Darunnajah (IKPDN) terhadap Capres tertentu.
Dalam kesempatan tersebut, beliau juga mengingatkan bahwa Darunnajah adalah lembaga pendidikan yang salah satu sikapnya adalah “Berdiri di atas dan untuk semua golongan”. Terjemahan bebas dari ini adalah bahwa para Alumni boleh berpolitik dan bebas menyatakan dukungannya, tetapi tidak lembaganya dan mengharamkan seluruh pihak berpolitik praktis di lingkungan pendidikan.
Dukung mendukung Capres oleh lembaga alumni di masa kampanye bukanlah hal yang baru. “Jual-menjual suara” ironisnya menjadi semacam peluang bisnis yang menggiurkan. Justru di situlah Kiai Mahrus mengingatkan para Alumni untuk tidak tergoda “menjual” almamaternya dan justru membantu Pesantren ini untuk bisa tetap bersikap independen dari dunia politik. (sekretaris.darunnajah@gmail.com)